Umat
Hindu di tantang oleh dirinya sendiri dan juga oleh umat lain untuk memberikan
jawaban terhadap pelaksanaan agama yang mereka lakukan. Sepintas lintas orang
baik dia umat hindu maupun bukan Umat Hindu akan di rangsang untuk bertanya,
betulkah Umat Hindu Memuja Tuhan Yang Maha Esa? Mengapa mereka menghormati
banya Dewa? Apakan Umat Hindu memuja berhala, mengapa mereka menggunakan
patung-patung dan sajen-sajen?
Apakan
Tuhan Umat Hindu bisa makan seperti manusia sehingga perlu di persembahkan nasi
dan buah-buahan? Mengapa Umat Hindu di india berbeda dengan umat hIndu di Bali
dan Di jawa? Apa Umat Hinduboleh berubah
semau-maunya?
Pertanyaa
semacam ini tidak salah, pertanyaan yang wajar dan lugu karena ingin tahu,
bagaimana yang di pertanyakan oleh umat Hindu sendiri, terutama mereka yang
kurang penghayatan yang di wariskan oleh nenek moyang mereka.
Cara penghayatan yang penuh dengan aneka simbol dan
kias, di semarakan oleh kemegahan dan seni budaya, hingga inti hakekatnya
tampak seketika.
Untuk
menyelami cara penghayatan Umat Hindu terhadap Tuhanya ini kami mencoba sajikan
berupa artikel ini, semoga ada gunanya, paling tidak untuk mengurangi tanda
tanya yang selalu mengganggu pikiran kita.
Keesaan
Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)
Ada
berjenis-jenis pura dengan fungsi dan nama-nama yang berbeda-beda di indonesia
ini.
Lebih-lebih
di pulau bali dengan simbol-simbol dan penghayatanya yang khas, dimana Tuhandi
personifikasikan dengan sifat dan kekuasaan yang berbeda-beda.
Demikian
di Pura Besakih di puja Dewa çiwa dengan
segala manifestasinya tempat umat hindu memohon keselamatan. Pura batur tempat
memuja Dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Dani (çri), dimana Umat Hindu memohon
kemakmuran, serta banyak lagi soal kahyangan dan Dang Kahyangan sebagai
manisfestasi Tuhan yang berbeda-beda.
Didalam
Weda kita jumapai ratusan Nama Dewa-dewa dengan kekuasaan dan fuingsinya yang
berbeda-beda, karena beliau dikenal dengan
“Sehasra” nama yaitu seribu nama. Dalam pemujaan sehari-hari yang di
laksanakan oleh umat Hindu setiap pagi, siang dan petang hari yang dikenal
dengan nama Trisandya, dapat di ketahui dengan jelas bagaimana mungkin nama
Dewa itu banyak seperti halnya di sebutkan dalam kutipan baik II dan III
Trisandya sebagai berikut:
II. Om Narayanad ewedam sarwam, yad bhutam yaçco
bhawyam niskalko nirjano nirwikalpo, niraksatah sudho Dewo eko, narayana
nadwityoasti kaccit.
III. Om twan çiwah twan mahadewa, Icwarah
Parameswarah, Brahma Wisnuca Radraçca, Purusa parikirtitah
II. Om Sang Hyang Widhi yang di beri gelar Narayana,
semua makhluk yang ada berasal dari_Mu, Dikau yang bersifat gaib, tak berwujud,
tak terbatas oleh waktu, mengatasi segala kebingungan, tak termusnahkan, Dikau
maha cemerlang, Maha Suci, Maha Esa tak
ada duaNya, di sebut Narayana dipuja semua makhluk.
III. Om Sang Hyang Widhi yang di sebut pula dengan
nama çiwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma Wisni dan Rudra, Hyang Widhi
adalah asal mula dari semua yang ada.
Kata Nadwityo artinya satu tidak ada duanya yang di
sebut dalam baik ke II kalimat terakhir dari Trisandya, jelas menunjukan Bahwa
Agama Hindu memuja satu Tuhan, meskipun Beliau dipuja dengan banyak nama
seperti dewa çiwa, Brahma, Wisnu, Rudra sebagaimana yang di sebutkan dalam baik
III Trisandya.
Bagaimana
nama yang banyak ini dapat di mengerti?
Untuk hal ini baiklah kami berikan suatu
perbandingan yang kita jumpai dalam hal kehidupan.
Ada
seorang bernama Sunu, jabatanya dalam pemerintah adalah seorang Direktur oleh
karena itu semua pegawai bawahanya memanggil dengan sebutan Direktur, tetapi
Pak Sunu ini juga menjadi Rektor dari sebuah perguruan tinggi, sehingga semua
mahasiswaya memanggil dia dengan nama Pak Rektor, disamping itu sebagai seorang
suami yang baik karena dia punya istri
dan anak. Si Istri memanggil suaminya dengan panggilan “Beli” yang artinya
Kakak, sedangkan anak-anak memanggilnya dengan sebutan”Aji” yang artinya Bapak.
Dengan
demikian Pak Sunu mempunyai banyak nama, setiap nama yang di pakainya itu benar
dalam kaitan dengan fungsinya masing-masing.
Dalam
fungsinya sebagai pemimpin Universitas, nama Rektor itu benar, tetapi anaknya
sendiri tidak pernah memanggilnya dengan nama Rektor, apakah nama yang banyak
ini berarti orangnya banyak. ternyata orang itu hanya satu pak Sunu sendiri.
Jadi
nama ini erat sekali hubunganya dengan fungsi dan tugas, demikianlah Tuhan (Ida
Sang Hyang Widhi), beliau disebut Brahma pada waktu menciptakan alamsemesta
beserta isinya. Dengan sebutan Wisnu pada waktu Beliau memelihara semua ciptaaNya
dengan penuh cinta kasih dan begitu pula dengan sebutan çiwa pada waktu Beliau
mengembalikan segala ciptaaNya itu keasalnya.
Dewa-dewa
tidak lain dari sinar-sinar kekuatan dan kekuasaan Tuhan: kata Dewa berasal
dari kata “Dev” yang artinya sinar. Yang
mengambil contoh dari matahari. Kalau dunia kita ini di atur oleh matahari yang
satu maka hidup makhluk-makhluk di dunia inipun di pengaruhi oleh sinar
matahari pula. Air laut menguap menjadi embun dan jatuh menjadi hujan, sehingga
sungai-sungai bermunculan di daratan adalah karena sinar panasnya matahari. Kalau
tidak ada panasnya matahari, maka lautpun tidak menguap. Angin beredar karena
padatnya tekanan udara dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Perbedaan
tekanan udara di timbulkan oleh
perbedaan panas, akibat perbedaan penyiaran matahari. Andaikata angin tidak
beredar maka duniapin tidak akan kepanasan, tumbuh-tumbuhan hiduo karena sinar
matahari dan semua makhluk bisa hidup karena ada sinar matahari. Matahari itu
sendiri tidak pernah menempel pada dunia kita, hanya sinarnya saja yang
menyentuh bumi. Begitulah Tuhan di umpamakan seperti matahari, sinar-sinarnya
seperti Dewa, sinar itu tidak lain dari sinar-sinarnya matahari, bila matahari
ridak ada maka sinar itupun tidak ada!
Dewa-dewapun
begitu juga dewa hanya sinar kekuatan Tuhan, bila Tuhan tidak ada Dewa-dewapun
tidak ada. Sinar itu banyak warnyanya dan berbeda-beda pula fungsi serta
khasiatnya. Sinar merah, sinar ungu, sinar ultraviolet, sinar infra merah dan
sebagainya. Adalah sinar-sinar matahari yang satu, tetapi mengapa para sarjana
menyebutnya dengan sinar ultra violet, sinar infra merah dan sebagainya. Bukankan
itu semua sinar matahari yang satu? Para sarjana pasti sudah mengetahui bahwa
tiap sinar matahari itu berbeda pengaruhnya terhadap bumi. Sebab itulah di
berinama yang berbeda. Demikian pula Dewa-dewa dalam agama hindu di berinama
yang berbeda, karena mempunyai kekuatan yang berbeda: Dewa-dewa dalam Agama
Hindu di anggap memiliki warna yang berbeda-beda seperti Dewa Brahma warnanya
merah. Dewa Wisnu Warnanya hitam, Dewa Iswara warnya putih Dewa Mahadewa
warnany kuning dan sebagainya. Tentu saudara
akan bertanya, kalau Dewa-dewa itu tidak lain adalah dari sinar kekuatan Tuhan
yang satu, mengapa tidak di sebut Tuhan saja? Jangan di beri nama lain lagi dan
jangan di personifikasikan lagi? Andaikata penghayatan Umat Hindu keliru, maka
para sarjana yang memberi nama Ultra merah, ultra violet, ultra ungu dan
sebagainya, terhadap sinar matahari itu pun keliru pula. Dalam hal ini
hendaknya kita bisa memisahkan antara
pegertian hakekat, pengertian penghayatandan pengertianpraktis:jangan di campur
adukan. Pada hakekatnya Agama Hindu itu
memuja satu Tuhan, tetapi pada penghayatanya, Umat Hindu memuja Tuhan melalui sinar kekuatan Beliau yang di
sebut Dewa-dewa, dalam prakteknya Umat Hindu membuatkan bangunan-bangunan
khusus, untuk masing-masing Dewa itu. Sesuai dengan kekhususan fungsi beliau,
untuk memantapkan perasaan umat terutama umat yang awan tentang pengetahuan
filsafat. Hal semacam inilah yang sering membingungkan orang luar yang tidak
mengenal dan memahami filsafat Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar