Rabu, 14 Maret 2012

BAGAIMANA UMAT HINDU MENGHAYATI IDA SANG HYANG WIDHI (TUHAN YANG MAHA ESA)


            Umat Hindu di tantang oleh dirinya sendiri dan juga oleh umat lain untuk memberikan jawaban terhadap pelaksanaan agama yang mereka lakukan. Sepintas lintas orang baik dia umat hindu maupun bukan Umat Hindu akan di rangsang untuk bertanya, betulkah Umat Hindu Memuja Tuhan Yang Maha Esa? Mengapa mereka menghormati banya Dewa? Apakan Umat Hindu memuja berhala, mengapa mereka menggunakan patung-patung dan sajen-sajen?
            Apakan Tuhan Umat Hindu bisa makan seperti manusia sehingga perlu di persembahkan nasi dan buah-buahan? Mengapa Umat Hindu di india berbeda dengan umat hIndu di Bali dan Di jawa? Apa  Umat Hinduboleh berubah semau-maunya?
            Pertanyaa semacam ini tidak salah, pertanyaan yang wajar dan lugu karena ingin tahu, bagaimana yang di pertanyakan oleh umat Hindu sendiri, terutama mereka yang kurang penghayatan yang di wariskan oleh nenek moyang mereka.
Cara penghayatan yang penuh dengan aneka simbol dan kias, di semarakan oleh kemegahan dan seni budaya, hingga inti hakekatnya tampak seketika.
            Untuk menyelami cara penghayatan Umat Hindu terhadap Tuhanya ini kami mencoba sajikan berupa artikel ini, semoga ada gunanya, paling tidak untuk mengurangi tanda tanya yang selalu mengganggu pikiran kita.

Keesaan Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa)
            Ada berjenis-jenis pura dengan fungsi dan nama-nama yang berbeda-beda di indonesia ini.
            Lebih-lebih di pulau bali dengan simbol-simbol dan penghayatanya yang khas, dimana Tuhandi personifikasikan dengan sifat dan kekuasaan yang berbeda-beda.
            Demikian di Pura Besakih di puja Dewa  çiwa dengan segala manifestasinya tempat umat hindu memohon keselamatan. Pura batur tempat memuja Dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Dani (çri), dimana Umat Hindu memohon kemakmuran, serta banyak lagi soal kahyangan dan Dang Kahyangan sebagai manisfestasi Tuhan yang berbeda-beda.
            Didalam Weda kita jumapai ratusan Nama Dewa-dewa dengan kekuasaan dan fuingsinya yang berbeda-beda, karena beliau dikenal dengan  “Sehasra” nama yaitu seribu nama. Dalam pemujaan sehari-hari yang di laksanakan oleh umat Hindu setiap pagi, siang dan petang hari yang dikenal dengan nama Trisandya, dapat di ketahui dengan jelas bagaimana mungkin nama Dewa itu banyak seperti halnya di sebutkan dalam kutipan baik II dan III Trisandya sebagai berikut:
II. Om Narayanad ewedam sarwam, yad bhutam yaçco bhawyam niskalko nirjano nirwikalpo, niraksatah sudho Dewo eko, narayana nadwityoasti kaccit.
III. Om twan çiwah twan mahadewa, Icwarah Parameswarah, Brahma Wisnuca Radraçca, Purusa parikirtitah
II. Om Sang Hyang Widhi yang di beri gelar Narayana, semua makhluk yang ada berasal dari_Mu, Dikau yang bersifat gaib, tak berwujud, tak terbatas oleh waktu, mengatasi segala kebingungan, tak termusnahkan, Dikau maha cemerlang, Maha Suci, Maha Esa tak ada duaNya, di sebut Narayana dipuja semua makhluk.
III. Om Sang Hyang Widhi yang di sebut pula dengan nama çiwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma Wisni dan Rudra, Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada.
Kata Nadwityo artinya satu tidak ada duanya yang di sebut dalam baik ke II kalimat terakhir dari Trisandya, jelas menunjukan Bahwa Agama Hindu memuja satu Tuhan, meskipun Beliau dipuja dengan banyak nama seperti dewa çiwa, Brahma, Wisnu, Rudra sebagaimana yang di sebutkan dalam baik III Trisandya.
            Bagaimana nama yang banyak ini dapat di mengerti?
Untuk hal ini baiklah kami berikan suatu perbandingan yang kita jumpai dalam hal kehidupan.
            Ada seorang bernama Sunu, jabatanya dalam pemerintah adalah seorang Direktur oleh karena itu semua pegawai bawahanya memanggil dengan sebutan Direktur, tetapi Pak Sunu ini juga menjadi Rektor dari sebuah perguruan tinggi, sehingga semua mahasiswaya memanggil dia dengan nama Pak Rektor, disamping itu sebagai seorang suami yang  baik karena dia punya istri dan anak. Si Istri memanggil suaminya dengan panggilan “Beli” yang artinya Kakak, sedangkan anak-anak memanggilnya dengan sebutan”Aji” yang artinya Bapak.
            Dengan demikian Pak Sunu mempunyai banyak nama, setiap nama yang di pakainya itu benar dalam kaitan dengan fungsinya masing-masing.
            Dalam fungsinya sebagai pemimpin Universitas, nama Rektor itu benar, tetapi anaknya sendiri tidak pernah memanggilnya dengan nama Rektor, apakah nama yang banyak ini berarti orangnya banyak. ternyata orang itu hanya satu pak Sunu sendiri.
            Jadi nama ini erat sekali hubunganya dengan fungsi dan tugas, demikianlah Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi), beliau disebut Brahma pada waktu menciptakan alamsemesta beserta isinya. Dengan sebutan Wisnu pada waktu Beliau memelihara semua ciptaaNya dengan penuh cinta kasih dan begitu pula dengan sebutan çiwa pada waktu Beliau mengembalikan segala ciptaaNya itu keasalnya.
            Dewa-dewa tidak lain dari sinar-sinar kekuatan dan kekuasaan Tuhan: kata Dewa berasal dari kata “Dev” yang artinya sinar.  Yang mengambil contoh dari matahari. Kalau dunia kita ini di atur oleh matahari yang satu maka hidup makhluk-makhluk di dunia inipun di pengaruhi oleh sinar matahari pula. Air laut menguap menjadi embun dan jatuh menjadi hujan, sehingga sungai-sungai bermunculan di daratan adalah karena sinar panasnya matahari. Kalau tidak ada panasnya matahari, maka lautpun tidak menguap. Angin beredar karena padatnya tekanan udara dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Perbedaan tekanan udara  di timbulkan oleh perbedaan panas, akibat perbedaan penyiaran matahari. Andaikata angin tidak beredar maka duniapin tidak akan kepanasan, tumbuh-tumbuhan hiduo karena sinar matahari dan semua makhluk bisa hidup karena ada sinar matahari. Matahari itu sendiri tidak pernah menempel pada dunia kita, hanya sinarnya saja yang menyentuh bumi. Begitulah Tuhan di umpamakan seperti matahari, sinar-sinarnya seperti Dewa, sinar itu tidak lain dari sinar-sinarnya matahari, bila matahari ridak ada maka sinar itupun tidak ada!
            Dewa-dewapun begitu juga dewa hanya sinar kekuatan Tuhan, bila Tuhan tidak ada Dewa-dewapun tidak ada. Sinar itu banyak warnyanya dan berbeda-beda pula fungsi serta khasiatnya. Sinar merah, sinar ungu, sinar ultraviolet, sinar infra merah dan sebagainya. Adalah sinar-sinar matahari yang satu, tetapi mengapa para sarjana menyebutnya dengan sinar ultra violet, sinar infra merah dan sebagainya. Bukankan itu semua sinar matahari yang satu? Para sarjana pasti sudah mengetahui bahwa tiap sinar matahari itu berbeda pengaruhnya terhadap bumi. Sebab itulah di berinama yang berbeda. Demikian pula Dewa-dewa dalam agama hindu di berinama yang berbeda, karena mempunyai kekuatan yang berbeda: Dewa-dewa dalam Agama Hindu di anggap memiliki warna yang berbeda-beda seperti Dewa Brahma warnanya merah. Dewa Wisnu Warnanya hitam, Dewa Iswara warnya putih Dewa Mahadewa warnany kuning dan sebagainya.  Tentu saudara akan bertanya, kalau Dewa-dewa itu tidak lain adalah dari sinar kekuatan Tuhan yang satu, mengapa tidak di sebut Tuhan saja? Jangan di beri nama lain lagi dan jangan di personifikasikan lagi? Andaikata penghayatan Umat Hindu keliru, maka para sarjana yang memberi nama Ultra merah, ultra violet, ultra ungu dan sebagainya, terhadap sinar matahari itu pun keliru pula. Dalam hal ini hendaknya  kita bisa memisahkan antara pegertian hakekat, pengertian penghayatandan pengertianpraktis:jangan di campur adukan. Pada hakekatnya  Agama Hindu itu memuja satu Tuhan, tetapi pada penghayatanya, Umat Hindu memuja  Tuhan melalui sinar kekuatan Beliau yang di sebut Dewa-dewa, dalam prakteknya Umat Hindu membuatkan bangunan-bangunan khusus, untuk masing-masing Dewa itu. Sesuai dengan kekhususan fungsi beliau, untuk memantapkan perasaan umat terutama umat yang awan tentang pengetahuan filsafat. Hal semacam inilah yang sering membingungkan orang luar yang tidak mengenal dan memahami filsafat Hindu. 
BERSAMBUNG...............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar